“MEMBENTUK
PRILAKU DISIPLIN PADA ANAK SEKOLAH DASAR”
DAFTAR
ISI
I.
DAFTAR ISI ..................................................................................
1
II.
BAB 1 (PENDAHULUAN) ...........................................................
2
III.
BAB 2
(ISI, TEORI,ANALISIS) ...................................................
3
IV.
BAB 3 (KESIMPULAN) ................................................................
7
V.
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................
8
BAB
1
PENDAHULUAN
Belajar
merupakan hal yang sangat penting, sehingga tidaklah mengherankan bahwa banyak
orang ataupun ahli yang membicarakan masalah belajar. Hampir semua pengetahuan,
sikap, ketrampilan, perilaku manusia dibentuk, diubah, dan berkembang melalui
belajar. Belajar dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja. Di rumah, di
sekolah, di pasar, di toko, di masyarakat luas, pagi, sore dan malam. Karena
itu tidaklah mengherankan bahwa belajar merupakan masalah bagi setiap manusia.
Oleh sebab itu dibutuhkan cara belajar yang tepat untuk menghasilkan perubahan
sikap yang baik pula.
Proses belajar saat ini sudah
dimulai sejak usia dini. Pembelajaran pada masa usia anak-anak dapat dimulai
dari orang tua (keluarga) ataupun pembelajaran melalui lembaga pendidikan.
Salah satu pembelajaran yang dapat diberikan pada anak-anak salah satunya
adalah mengenai kedisiplinan. Dimana kita tahu bahwa kedisiplinan itu sendiri
harus dapat diterapkan pada anak-anak sedini mungkin. Penerapan kedisiplinan
pada anak-anak ini dapat dimulai dari kedisiplinan waktu. Hal ini dapat
dilakukan salah satunya dengan menerapkan suatu teori pembelajar menurut B.F Skinner yaitu mengenai pembelajaran secara Operant Conditioning.
Pembentukan
kedisiplinan pada kanak-kanak melalui teori belajar Operant Conditoning dapat diberikan ketika anak-anak itu sudah
dapat mengerti dan paham mengenai apa yang diintruksikan pada dirinya. Pada
studi kasus kali ini penulis akan membahas mengenai penerapan Operan Conditioning yang akan berikan
berupa Reinforcement untuk dapat
membentuk perilaku disiplin waktu pada anak berusia tujuh tahun (usia sekolah
dasar).
BAB
2
ISI
Masa anak-anak adalah
masa yang penuh dengan bermain. Tapi bagaimana jika pada masa itu, anak-anaksudah
mulai mengikuti pendidikan formal. Pada umumnya seorang anak yang berusia sekitar
tujuh tahun sudah mulai mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan formal.
Keinginan untuk mengikuti pendidikan (belajar formal) terkadang datang dari
anak itu sendiri. Namun pada beberapa kasus didapatkan bahwa, beberapa siswa
sekolah dasar memiliki prestasi yang tidak cukup baik dikarenakan disiplin
waktu antara waktu untuk bermain dan belajar yang tidak seimbang. Kebanyakan
siswa sekolah dasar , memiliki waktu lebih untuk bermain, dari pada waktu untuk
belajar. Belajar, bagi siswa sekolah dasar sudah merupakan kewajiban, berbeda
ketika anak tersebut masih dalam usia kanak-kanak, namun sebagai anak-anak
memang bukan hanya belajar yang harus dilakukannya. Anak-anak itu masih
memiliki waktu untuk bermain, waktu bersama keluarga, dan waktu untuk
istirahat.
Dewasa ini banyak siswa sekolah
dasar yang pada kesehariannya hanya menghabiskan waktu untuk bermain, baik
bermain di dalam rumah maupun di luar. Terkadang mereka pun lupa akan waktu
untuk istirahat dan kapan waktu untuk belajar, dan mengerjakan perkerjaan rumah
dari guru.
·
TEORI
a)
Pengertian
Belajar
Pembelajaran
paling sering didefinisikan sebagai perubahan yang relatif permanen dalam
perilaku yang dihasilkan oleh pengalaman (Harlow, 1971). Bagian relatif
permanen dari definisi mengacu pada fakta bahwa ketika orang belajar sesuatu,
beberapa bagian otak mereka secara fisik berubah untuk merekam apa yang telah
mereka pelajari. Ini sebenarnya adalah sebuah proses memori, karena tanpa
kemampuan untuk mengingat apa yang terjadi, orang tidak bisa belajar apa pun.
Meskipun tidak ada bukti konklusif yang belum, penelitian menunjukkan kuat
bahwa setelah orang belajar sesuatu, itu selalu hadir di suatu tempat di memori
(Barsalou, 1992).
b) Operant
Conditioning menurut B.F. Skinner
Teori operant conditioning dimulai pada tahun
1930-an. Burhus Fredik Skinner selama periode teori stimulus (S)- Respons ( R)
untuk menyempurnakan teorinya Ivan Pavlov yang disebut “Classical
Conditioning”. Skinner setuju dengan konsepnya John Watson bahwa psikologi akan
diterima sebagai sain (science) bila studi tingkah laku (behavior) tersebut
dapat diukur, seperti ilmu fisika, teknik, dan sebagainya. Operant
conditioning merupakan proses di mana sebuah respons semakin
mungkin terjadi atau semakin jarang terjadi, tergantung pada konsekuensinya.
(Wade & Carol dalam buku Psikologi). Reber
(Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons
dalam operant conditioning terjadi
tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh
reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah
stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu,
namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti
dalam classical conditioning.
Konsekuensi Perilaku
1. Sebuah konsekuensi netral tidak akan meningkatkan ataupun menurunkan kemungkinan terjadinya perilaku di masa yang akan datang. Bila pegangan pintu mengeluarkan bunyi setiap kali kita membuka atau menutup pintu, tetapi kita mengabaikan bunyi tersebut dan hal tersebut tidak berpengaruh pada kemungkinan kita untuk membuka pintu di masa datang, bunyi yang dihasilkan dianggap sebagai konsekuensi yang netral.
2. Reinforcement memperkuat atau meningkatkan kemungkinan terjadinya respons di masa yang akan datang. Reinforcement dapat dikatakan sama dengan reward atau penghargaan. Misalnya ketika anjing mengharapkan makanan yang ada di meja, dan kemudian kita berikan potongan daging kepadanya, kemungkinan perilaku mengharapkan makanan ini akan semakin kuat.
3. Hukuman (punishment) memperlemah respons tertentu atau mengurangi kemungkinan respons tesebut muncul di masa datang. Setiap stimulus atau kejadian yang tidak menyenangkan dapat saja menjadi sebuah hukuman. Bila anjing anda menginginkan potongan yang ada di piring Anda, dan Anda menyentil hidungnya dan berteriak “Jangan” maka kemungkinan munculnya perilaku mengharapkan makanan akan berkurang selama Anda tidak merasa bersalah dan kemudian memutuskan memberikan potongan daging tersebut padanya.
Reinforcement dan Hukuman Primer dan Sekunder
1. Reinforcement primer : stimulus yang secara alami memperkuat suatu perilaku, biasanya karena dapat memenuhi kebutuhan fisiologis; contohnya makanan, minuman, cahaya, dan temperatur udara yang nyaman merupakan hal yang secara alamiah memperkuat suatu respons karena mereka menghasilkan pemenuhan kebutuhan biologis kita.
2. Hukuman primer : stimulus yang secara alami memperlemah suatu perilaku; seperti sengatan listrik, rasa sakit, dan panas atau dingin.
3. Reinforcement sekunder : stimulus yang memiliki kemampuan untuk memperkuat perilaku melalui asosiasi dengan reinforcement lainnya. Contoh : uang, pujian, tepuk tangan, nilai yang baik, peghargaan.
4. Hukuman sekunder : stimulus yang memiliki kemampuan untuk memperlemah perilaku karena dibentuk melalui asosiasi dengan hukuman lainnya. Contoh : kritik, cacian, denda, teriakan marah, dan nilai yang buruk.
Reinforcement Positif dan Negatif
1. Reinforcement positif : prosedur memperkuat perilaku dimana respons diikuti oleh penyajian atau peningkatan intensitas stimulus yang memperkuat perilaku; sebagai hasilnya, respons ini semakin kuat dan semakin mungkin terjadi. Contoh : Bila Anda mendapat nilai yang baik setelah belajar yang keras, usaha Andi untuk belajar kemungkinan akan terus di pertahankan atau ditinggalkan.
2. Reinforcement negatif : prosedur memperkuat perilaku di mana respons diikuti oleh penghilangan intensitas sebuah stimulus yang tidak menyenangkan; dan sebagai hasilnya, respons ini menjadi semakin kuat dan semakin mungkin terjadi. Contoh : Bila seseorang mengingatkan Anda terus menerus untuk belajar, dan kemudian ia berhenti menjadi begitu cerewet ketika Anda mengikuti sarannya, kemungkinan Anda untuk terus belajar meningkat karena Anda berusaha menghindari kecerewetan orang tersebut.
Prinsip Operant Conditioning : 1. Extenction : melemah kemudian menghilangnya respons yang telah dipelajari; terjadi ketika respons tidak lagi diikuti reinforcement. Contoh : seandainya Anda meletakkan sekeping logam pada sebuah mesin putar dan tidak mendapatkan apapun, Anda kemudian dapat mencoba untuk memasukkan kepingan lainnya, atau bahkan hingga dua keping, tetapi kemudian kemungkinan Anda akan berhenti mencobanya. 2. Generalisasi stimulus : kcenderungan respons, yang telah diberikan reinforcement (atau di beri hukuman), terhadap suatu stimulus, untuk juga muncul (atau ditekan) karena hadirnya stimulus lain yang serupa. Contohnya ; seekor burung dara yang telah dilatih untuk mematuk pada sebuah lingkaran dapat juga mematuk pada benda-benda yang membentuk oval. 3. Diskriminasi stimulus : kecenderungan suatu respons untuk muncul dengan adanya satu stimulus tetapi tidak dengan adanya stimulus lain yang serupa dengan stimulus tersebut pada dimensi tertentu.4. Continous diskriminatif : stimulus yang memberi tanda apakah respons tertentu selalu diberi reinforcement. 5. Partial reinforcement : jadwal di mana respons tertentu terkadang tapi tidak selalu diberi reinforcement
ANALISIS
Konsekuensi Perilaku
1. Sebuah konsekuensi netral tidak akan meningkatkan ataupun menurunkan kemungkinan terjadinya perilaku di masa yang akan datang. Bila pegangan pintu mengeluarkan bunyi setiap kali kita membuka atau menutup pintu, tetapi kita mengabaikan bunyi tersebut dan hal tersebut tidak berpengaruh pada kemungkinan kita untuk membuka pintu di masa datang, bunyi yang dihasilkan dianggap sebagai konsekuensi yang netral.
2. Reinforcement memperkuat atau meningkatkan kemungkinan terjadinya respons di masa yang akan datang. Reinforcement dapat dikatakan sama dengan reward atau penghargaan. Misalnya ketika anjing mengharapkan makanan yang ada di meja, dan kemudian kita berikan potongan daging kepadanya, kemungkinan perilaku mengharapkan makanan ini akan semakin kuat.
3. Hukuman (punishment) memperlemah respons tertentu atau mengurangi kemungkinan respons tesebut muncul di masa datang. Setiap stimulus atau kejadian yang tidak menyenangkan dapat saja menjadi sebuah hukuman. Bila anjing anda menginginkan potongan yang ada di piring Anda, dan Anda menyentil hidungnya dan berteriak “Jangan” maka kemungkinan munculnya perilaku mengharapkan makanan akan berkurang selama Anda tidak merasa bersalah dan kemudian memutuskan memberikan potongan daging tersebut padanya.
Reinforcement dan Hukuman Primer dan Sekunder
1. Reinforcement primer : stimulus yang secara alami memperkuat suatu perilaku, biasanya karena dapat memenuhi kebutuhan fisiologis; contohnya makanan, minuman, cahaya, dan temperatur udara yang nyaman merupakan hal yang secara alamiah memperkuat suatu respons karena mereka menghasilkan pemenuhan kebutuhan biologis kita.
2. Hukuman primer : stimulus yang secara alami memperlemah suatu perilaku; seperti sengatan listrik, rasa sakit, dan panas atau dingin.
3. Reinforcement sekunder : stimulus yang memiliki kemampuan untuk memperkuat perilaku melalui asosiasi dengan reinforcement lainnya. Contoh : uang, pujian, tepuk tangan, nilai yang baik, peghargaan.
4. Hukuman sekunder : stimulus yang memiliki kemampuan untuk memperlemah perilaku karena dibentuk melalui asosiasi dengan hukuman lainnya. Contoh : kritik, cacian, denda, teriakan marah, dan nilai yang buruk.
Reinforcement Positif dan Negatif
1. Reinforcement positif : prosedur memperkuat perilaku dimana respons diikuti oleh penyajian atau peningkatan intensitas stimulus yang memperkuat perilaku; sebagai hasilnya, respons ini semakin kuat dan semakin mungkin terjadi. Contoh : Bila Anda mendapat nilai yang baik setelah belajar yang keras, usaha Andi untuk belajar kemungkinan akan terus di pertahankan atau ditinggalkan.
2. Reinforcement negatif : prosedur memperkuat perilaku di mana respons diikuti oleh penghilangan intensitas sebuah stimulus yang tidak menyenangkan; dan sebagai hasilnya, respons ini menjadi semakin kuat dan semakin mungkin terjadi. Contoh : Bila seseorang mengingatkan Anda terus menerus untuk belajar, dan kemudian ia berhenti menjadi begitu cerewet ketika Anda mengikuti sarannya, kemungkinan Anda untuk terus belajar meningkat karena Anda berusaha menghindari kecerewetan orang tersebut.
Prinsip Operant Conditioning : 1. Extenction : melemah kemudian menghilangnya respons yang telah dipelajari; terjadi ketika respons tidak lagi diikuti reinforcement. Contoh : seandainya Anda meletakkan sekeping logam pada sebuah mesin putar dan tidak mendapatkan apapun, Anda kemudian dapat mencoba untuk memasukkan kepingan lainnya, atau bahkan hingga dua keping, tetapi kemudian kemungkinan Anda akan berhenti mencobanya. 2. Generalisasi stimulus : kcenderungan respons, yang telah diberikan reinforcement (atau di beri hukuman), terhadap suatu stimulus, untuk juga muncul (atau ditekan) karena hadirnya stimulus lain yang serupa. Contohnya ; seekor burung dara yang telah dilatih untuk mematuk pada sebuah lingkaran dapat juga mematuk pada benda-benda yang membentuk oval. 3. Diskriminasi stimulus : kecenderungan suatu respons untuk muncul dengan adanya satu stimulus tetapi tidak dengan adanya stimulus lain yang serupa dengan stimulus tersebut pada dimensi tertentu.4. Continous diskriminatif : stimulus yang memberi tanda apakah respons tertentu selalu diberi reinforcement. 5. Partial reinforcement : jadwal di mana respons tertentu terkadang tapi tidak selalu diberi reinforcement
ANALISIS
Analisis pada studi kasus di atas jika
dihubungkan dengan teori yang ada. Untuk dapat membentuk perilaku disiplin pada
anak-anak (siswa sekolah dasar) dapat dilakukan dengan memberikan pembelajaran
yang mengacu pada teori Operant
Conditioning oleh B.F Skinner.
Kita dapat membentuk perilaku displin tersebut dengan memberikan Reinforcement pada anak-anak tersebut.
Seperti contoh kasus seorang anak yang
tidak mau beristirahat siang (tidur siang) setelah pulang sekolah. Untuk dapat
membentuk perilaku disiplin waktu untuk istirahat ini dapat diberikan Reinforcement
positif . Dimana, jika anak tersebut tidur siang maka sore hari nanti anak
tersebut akan dibelikan cokelat. Untuk dapat membentuk perilaku disiplin waktu
belajar dirumah dapat juga diberikan Reinforcement positif. Dimana, jika
malam ini anak itu belajar dari pukul
tujuh malam sampai delapan, maka besok uang jajanya akan ditambah. Dapat pula
dilakukan dengan pemberian Reinforcement
negatif seperti, jika anak tersebut
mengerjakan pekerjaan rumah dari gurunya pada malam hari, maka dia tidak akan
diminta menulis ‘saya anak malas’ lagi di lima lembar kertas.
Jadi dalam pembentukan perilaku disiplin
waktu pada siswa sekolah dasar tersebut dapat dilakukan dengan pemberian Reinforcement terlebih dahulu untuk
membentuk perilaku displin, sehingga anak tersebut mengetahui waktu-waktu kapan
ia harus beristirahat, bermain, belajar. Dari pemberian Reinforcement tadi harapkan perilaku disiplin yang sudah terbentuk
akan menjadi kebiasaan pada anak tersebut.
BAB 3
KESIMPULAN
Pembelajaran paling sering
didefinisikan sebagai perubahan yang relatif permanen dalam perilaku yang
dihasilkan oleh pengalaman. Operant conditioning merupakan proses di mana sebuah
respons semakin mungkin terjadi atau semakin jarang terjadi, tergantung pada
konsekuensinya.
Respons dalam operant conditioning
terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan
oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah
stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu,
namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti
dalam classical conditioning.
Teori
belajar Operant conditoning dapat diterapkan kepada siswa sekolah dasar
untuk dapat menciptakan perilaku displin waktu dalam keseharian anak-anak
tersebut. Pemberian Reinforcement Postif salah satunya adalah sebagai
stimulus penguat agar dapat terbentuklah perilaku disiplin pada anak-anak
tersebut. Namun selain pemberian Reinforcement Positif pembentukan perilaku disiplin ini juga dapat
diciptakan melalui pemberian Reinforcement Negatif dan juga Punishment .
Ketika
perilaku disiplin yang merupakan hasil dari penerapan Reinforcement telah
terlihat, diharapkan perilaku tersebut dapat menjadi kebiasaan pada anak-anak
(siswa sekolah dasar) itu.Sehingga terciptalah perilaku displin waktu pada
anak-anak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ciccarelli,
Saundra K.2009.Psychology second edition.New Jersey.Pearson Education.
http://amier-uddien.blogspot.in/2014/06/makala-teori-belajar-bf-skinner
* makalah ini mencoba menganalisis sekaligus memberikan sedikit saran mengenai pembentukan kedisplinan pada anak sekolah dasar. Pada makalah ini telah di jelaskan terlebih dahulu mengenai teori apa saja yang dapat digunakan dalam proses belajar. Teori ini masih bersifat umum karena diambil dari teori belajar pada materi "psikologi umum 1". Pada bagian analisis penulis (saya) mencoba mengaplikasikan teori yang telah dijelaskan diatasnya pada contoh kasus yang biasa terjadi pada anak-anak.
Karena makalah ini masih didasarkan pada teori belajar pada materi "psikologi umum 1" mungkin masih banyak kekurangan dari bagian analisis makalah. Teori yang digunakan belum terlalu dalam dan kuat, untuk itu penulis mohon maaf bila masih banyak kekurangan dalam contoh makalah diatas, semoga contoh makalah diatas bisa sedikit membantu para pembaca. Terima kasih ^^ - B.A.T
0 komentar:
Posting Komentar